Kuliah dua jurusan di dua universitas yg berbeda itu sudah fenomena biasa di dunia akademik. Kalau ditanya kenapa mau kuliah dua, pasti jawabannya macam-macam, mulai dari passion/interest yg memang di dua jurusan tadi, permintaan orangtua, sampai iseng saja. Lho? Bisa iseng saja? Yah, memang ada orang yg kuliah itu dg dua misi: jurusan A utk masa depan, jurusan B utk isi waktu senggang. Well, to each their own.
Tapi. Ada tapinya, lho.
Kebanyakan orang yg kuliah di dua tempat itu punya challenges yg sama: time management dan stress management.
Ketika waktu yg tersedia tidak banyak, dan umumnya mepet-mepetan, mayoritas para dualer (mahasiswa kuliah dua-red) kerepotan membagi jam terbangnya. Bayangkan saja, di kampus A kuliah 24 SKS, di kampus B kuliah 24 SKS. Apa gak stress?!
Saya contohkan saja kondisi saya sendiri ketika jadi dualer. Baru selesai jam di kampus A, saya sdh harus angkat kaki utk menuju kampus B, yg akhirnya bisa tercapai sambil ngos-ngosan di ruang kuliah. Lain lagi ketika hrs rela dipalang absensi krn tdk ikut kelas di kampus A berhubung bentrok dg jadwal midterm di kampus B. Mau nangis tapi gak keluar air mata. It was a hard choice, really.
Nah, tapi dg segala kerepotan itu, kenapa masih mau jadi dualer? Jawabannya kembali ke alinea satu di atas tadi. Dan, kalau saya sendiri kebetulan krn kurang kerjaan saja, eh, krn memang dua bidang itu saya minati.
Hanya saja, ada hal yg patut disayangkan. Ketika kuliah itu bukan atas motivasi pribadi, dan lebih krn tuntutan/ambisi orangtua.
Beberapa orang mengaku kuliah dua krn dia harus mengakomodasi dua keinginan. Satu, jurusan pilihan hatinya, yang satu lagi jurusan pilihan orangtua. Alhasil, sampai sekarang mereka belum selesai di jurusan pilihan orangtuanya, padahal jurusan pribadinya sudah dari tahun kuda dia selesaikan. Poor souls!
In this case, sepertinya para dualer terdesak ini harus menggunakan sedikit trik agar orangtuanya rela mereka tidak melanjutkan lagi, sehingga mereka tidak perlu stress berkepanjangan juga. Mungkin tips saya dulu bisa digunakan ketika saya memutuskan tdk kuliah lagi di kampus B. Hehehe
Walaupun kuliah dua itu pilihan saya sendiri, tapi orangtua saya sudah warning dari awal, kalau saya tdk boleh sekali-kali balik badan setelah maju jalan a.k.a dua-duanya harus selesai. Oleh krn itu, mempertimbangkan warning tadi, saya memanfaatkan momen tsunami sbg 'alasan' keluar dr jurusan di kampus B, yg kebetulan di prodi ilmu keperawatan. Yah, saya akui saja kalo saya tdk sanggup "lihat korban berdarah" dan bisa "pingsan" nantinya...dan sederet alasan horor supaya diaminkan permintaan saya.
Jadi, daripada status tidak jelas di jurusan non pilihan, sebaiknya dicari jalan keluar supaya tidak berlarut-larut kuliah penuh kepedihan mental spiritual. Pasti ada jalan... krn yg terbaik utk setiap orang itu adalah yg terbaik.
*(Nasehat apa sih ini, haha)
Sekian dari mantan dualer
Best,
No comments:
Post a Comment