Aristoteles berkata
wanita adalah manusia setengah jadi
Tertulianus juga
wanita itu pintu gerbang syetan
Veda berkata pula
wanita itu serigala yang berbahaya
Sustam juga berkata
wanita itu pembawa kejahatan
Lantas akupun harus merelakan diri untuk berkontemplasi
menyaksikan diriku sendiri menjadi ring tempat
keyakinan beradu otot dengan kebingungan
Lantas akupun harus membiarkan memori otakku berkelit,
berkelana, melancong ke berbagai ruang
dimana wanita menjalani kehidupannya
Wanita.
Ia menjadi penjaga gerbang kulminasi
sasaran yang tepat untuk ditendang ritme kemajuan,
jauh ke negeri antah berantah
sasaran yang tepat untuk ditebas oleh samurai keterbelakangan
Karena wanita lemah,
ia harus mendekam dalam penjara tradisi lapuk dengan
berbagai ketabuannya,
disetubuhi oleh gladiator adat, kemudian dengan
terpaksa ia harus melahirkan ketakutan,
keluguan, kebodohan, kekolotan…
Lagi-lagi aku harus membiarkan otakku berkelit
Benarkah hanya wanita
yang selalu jadi tumbal sesaji yang harus dikebiri
oleh hantu penderitaan?
Lalu.
Wanita mulai mengendap dalam cawan nalar
berputar-putar dalam lingkaran dialektika yang melenakan
Ia rela lepas landas dari ke-tidak berdaya-annya di
hadapan mata-mata dunia
Ia bergulat dengan bingar kehidupan yang menjanjikan
kesenangan melalui rentetan dalil-dalil kebebasan,
menyembulkan asap kesetaraan antara ia dengan rival hidupnya
meniti satu per satu anak tangga yang menyihirnya
menjadi Xena yang perkasa,
Cleopatra yang menaklukan Caesar sebagai budak hawa nafsunya,
Madame Curie yang menyaingi Einstein dalam kepandaiannya,
atau bahkan menjadikannya Mariati, sang kanibal yang
membantai habis keluarganya
Wanita lemah,
tapi ia bisa menjelma jadi monster yang membuat bulu
kuduk tegak berdiri
memapas belenggu paternalistik atas kewanitaannya
Haruskah kupercayai retorika kosong Aristoteles,
Tertulianus, Veda, atau Sustam?
sementara keyakinanku semakin merambat kuat
bahwa semesta memang memberi perbedaan antara
wanita dan pria
tapi Sang Sutradara telah bijak membuat
skenario-Nya untuk manusia berperan di teater jagad raya
Kesetaraan hanya kisah klasik saat wanita
mendayung di perahu kebebasan
Terpuruk.
Hanya aksesoris saat wanita bercermin
pada kaca ketidakadilan yang menyeruak dari frasa-frasa
usang mulut manusia yang hengkang dari aturan Tuhan
Wanita dan pria,
berhak menjemput kematian saat mengusung
bertrilyun pemikiran yang mengangkat manusia dari
lembah nadir
menuju puncak kemuliaan
Sebab…
wanita dan pria, adalah pejuang sebuah kebangkitan
Ya, Rabb,
kembalikan kami pada kemuliaan-Mu
yang hanya akan kami raih dengan Islam yang Engkau
sabdakan melalui Muhammad
Izinkan kami menjadi salah satu konstruksi sebuah
jembatan menuju kebangkitan Islam
Izinkan kami menjadi mahkluq yang bisa menemui-Mu
dan Rasulullah dalam keadaan yang dirindukan
Izinkan pula kami mengakhiri indah hidup ini
syahid di jalan-Mu
(credit: pengarang...)
---------
For All Women in Islam