Membaca note di Uul, tentang masa-masa kita semotor ber-tarik-tiga, berbonceng-ria, tanpa helm secukupnya, sambil berfoto-foto dengan gaya ‘norak dan gila yang sanggup dibayangkan orang tua kita’ yang untung saja peraturan lalu lintas di kota Banda Aceh ini belum se’ketat’ sekarang, membuat sel-sel di otak ini memutar kembali memori yang telah lama tak tersentuh. Menyadari bahwa ternyata kita, di tahun-tahun terakhir ini, menjadi tidak seakrab masa itu, saat kita terbiasa bercengkerama dan berbagi hari merajut cita-cita di fakultas Impian universitas Harapan anak-anak Nanggroe Aceh Darussalam.
Pilihan untuk meninggalkan dunia keperawatan dan semua yang berbau kesehatan, sesungguhnya bukan karena jenuh dengan peliknya jam-jam perkuliahan maupun lelah menunggu kehadiran dosen-dosen kita yang super sibuk dengan tugasnya, melainkan semata karena jiwa ini tidak sanggup menahan beban yang melebihi kemampuannya. Apa yang terjadi di tahun 2004 itu Mol, berhasil memaksa diri untuk menghancurkan impian-impian yang telah tertata dan membangun kembali harapan-harapan dari titik awalnya lagi. Tapi, tidak ada yang harus disesali, karena hikmah selalu ada di balik segala kejadian. Pasti.
Memutar ulang kisah kita, Mol, telah menjadi sebuah kebiasaan baru. Saat ketika waktu kita, gank Cinta (itu kan ya, nama gank yang ditetapkan sama Uul? Ide darimana lagi dia itu?^^) belajar kelompok bersama di rumah kos-an ane, dengan persiapan bekal bagai kemping di hutan—belum ditambah kita harus membeli nasi buat makan malam dulu, membeli hewan-hewan percobaan buat praktikum (diiringi rasa tega-tidak tega untuk membedahnya), membawa perlengkapan buat kuliah untuk esok harinya, sampai harus merelakan diri bergelap-gulita gara-gara mati lampu dan genset pun telah berakhir masa baktinya—walau pada akhirnya, persentase gossip meningkat menjadi hampir 80% dan belajar menurun hingga 20%...plus ternyata harus bangun lagi setelah midnite akibat kita ‘secara tragis’ belum menghabiskan semua bahan yang bakal diujiankan…Seperti sudah diduga, kisah kita benar-benar penuh ‘cobaan’ ya…
Kapan itu juga, kita se-gank, ane, ente, Uul, Ulfah, dan Mina, secara kompak dan terencana memutuskan untuk memanjat Tower di kampus FK (masih ada dokumentasinya, Mol?) Ditambah bahwa kita juga turut andil dalam menambah daftar coretan di dinding Tower itu…(Aha!). Lalu, sampai detik ini, sebuah pertanyaan terus mengusik hati, apakah sebelum dan sesudah kita, ada kasus cewek-cewek yang mengaku muslimah baik-baik menaiki si Tower? Kalau harus reuni, perlu tidak kita mengajak suami dan anak-anak kita di masa depan bertemu di situ lagi? Memperkenalkan pada mereka bahwa di sinilah kita dahulu melakukan kegiatan di kala senggang sekali…hmm…tak terbayangkan serunya! Setuju, kan?
Tetapi jujur, karena masa itu juga masa ketika ane harus membelah diri, menyaingi kemampuan si amuba akibat kuliah di dua tempat, akhirnya hanya ke ente, Mol, ane cenderung lebih dekat…yang mungkin ini terjadi karena kita berdua alumni se-almamater, walaupun sebenarnya ente itu adek letting ane di SMA. Dan walaupun, sebagai seorang adek letting, ente termasuk yang ‘berani’ memanggil-manggil ane tanpa embel-embel ‘Kak’...(^^)…Awalnya memang terasa ganjil di pendengaran, namun lambat laun, seiring hari-hari yang terlewatkan dan jalinan pertemanan yang teruntai di atas ‘kekacauan’ hirarki senioritas dan turunannya, ane mampu mencerna gaya ente Mol, hingga berujung terbongkarnya rahasia kecil ane ke ente…(ahahaha)…
Molly, sampai sekarang rahasia kecil itu masih tersimpan rapat, kan? Di Sabtu lalu waktu kita chatting via Skype, ente ternyata masih ‘berani’ membuka cerita lama itu (hehe)…Bukan masalah juga, karena ‘rasa’ itu telah lama pergi tidak bersisa sama sekali dan lembaran cerita itupun usai sudah. Terus, kenapa Mol, ente pikir ane menyinggung masalah ini? Karena pada kenyataannya, orang pertama yang berhasil membuat ane membuka diri begitu dalam tentang sesuatu yang bahkan teman-teman dekat ane di SMA saja tidak ketahui…meski mungkin dulu mereka juga menebak-nebak kebenarannya…adalah Maulidar. Salut ke ente, Mol, bahwa sisi diri yang tertutup ini bisa ‘terjebak’ dan menyerah untuk membocorkan rahasia itu… (-.-):b
Mol, pribadi ente memang tidak se-sabar dan se-kalem Mola, tapi kuatnya karakter ente memberi nuansa tersendiri. Ane pernah bilang, kan? Kalau wajah ente, Molly, penuh ekspresi, sangat jelas tergambar di kala senang, sedih, atau marah…tipikal yang dibutuhkan seorang aktris (ehm)…kontras dengan ane, yang menurut ane sendiri dan sebagian besar orang lainnya bahwa wajah ane ‘expressionless’ (walah, walah)... Juga. Meskipun ente cenderung terang dan blak-blakan, tapi kata-kata ente sebenarnya mendekati apa yang ane ingin katakan ke seluruh dunia, sifat yang sebenarnya ingin sekali bisa diri ini miliki. Bahwa, meskipun akan menghampiri kita kata-kata yang bisa saja berupa pujian, kecaman atau bahkan sindiran, tapi kejujuran mengungkapkan fakta adalah satu nilai ente yang tetap belum bisa ane teladani.
Terkadang, kebaikan tidak selalu datang dari hal-hal yang berwujud kelembutan. Bila boleh menganalogikan Nikmal Maula dengan sahabat Rasulullah, Abu Bakar, maka Maulidar merupakan pencitraan kecil dari Umar bin Khattab. Seperti yang ente ketahui, bahwa ketegasan sifat Umar membuatnya ditakuti sekaligus disegani dan dikagumi kawan dan lawan.
Adalah satu hal yang selalu ane yakini berasal dari jawaban atas doa-doa yang didengarkan sang Rabbul Izzati, bahwa dalam setiap pribadi orang yang ane kenal dengan baik dan benar, terdapat caranya sendiri menularkan kebaikan ke diri ini yang kerap kali terjatuh dalam kesalahan dan kekeliruan dalam melangkah di dunia yang fana ini.
Dan, salah satu orang yang telah turut melekatkan warna tegasnya di diri ini adalah seorang ibu dari seorang putri bernama Khansa, seorang istri dari seorang lelaki bernama Romi Arief. Seorang Maulidar.
Untuk Molly,
Atas segala kisah yang kita rangkai dan alami bersama di suatu ketika sebelum rutinitas-rutinitas dunia menjadi salah satu penghalang kebersamaan.
Atas segala tausiyahmu itu.
Atas ketidakhadiran di pernikahanmu itu, kuucapkan maaf pula.
Semoga Allah memberkahi keluarga kalian dengan sakinah, mawaddah dan rahmah…Amiin.
.Ika.
“For something that irreplaceable, I vow to my pounding heartbeats, I’ll keep on running until I burn up.
Within the eternal love, which I can feel it indeed surviving, it’s a promise that I want to fulfill” (Gunslinger Girl II OST)
Pilihan untuk meninggalkan dunia keperawatan dan semua yang berbau kesehatan, sesungguhnya bukan karena jenuh dengan peliknya jam-jam perkuliahan maupun lelah menunggu kehadiran dosen-dosen kita yang super sibuk dengan tugasnya, melainkan semata karena jiwa ini tidak sanggup menahan beban yang melebihi kemampuannya. Apa yang terjadi di tahun 2004 itu Mol, berhasil memaksa diri untuk menghancurkan impian-impian yang telah tertata dan membangun kembali harapan-harapan dari titik awalnya lagi. Tapi, tidak ada yang harus disesali, karena hikmah selalu ada di balik segala kejadian. Pasti.
Memutar ulang kisah kita, Mol, telah menjadi sebuah kebiasaan baru. Saat ketika waktu kita, gank Cinta (itu kan ya, nama gank yang ditetapkan sama Uul? Ide darimana lagi dia itu?^^) belajar kelompok bersama di rumah kos-an ane, dengan persiapan bekal bagai kemping di hutan—belum ditambah kita harus membeli nasi buat makan malam dulu, membeli hewan-hewan percobaan buat praktikum (diiringi rasa tega-tidak tega untuk membedahnya), membawa perlengkapan buat kuliah untuk esok harinya, sampai harus merelakan diri bergelap-gulita gara-gara mati lampu dan genset pun telah berakhir masa baktinya—walau pada akhirnya, persentase gossip meningkat menjadi hampir 80% dan belajar menurun hingga 20%...plus ternyata harus bangun lagi setelah midnite akibat kita ‘secara tragis’ belum menghabiskan semua bahan yang bakal diujiankan…Seperti sudah diduga, kisah kita benar-benar penuh ‘cobaan’ ya…
Kapan itu juga, kita se-gank, ane, ente, Uul, Ulfah, dan Mina, secara kompak dan terencana memutuskan untuk memanjat Tower di kampus FK (masih ada dokumentasinya, Mol?) Ditambah bahwa kita juga turut andil dalam menambah daftar coretan di dinding Tower itu…(Aha!). Lalu, sampai detik ini, sebuah pertanyaan terus mengusik hati, apakah sebelum dan sesudah kita, ada kasus cewek-cewek yang mengaku muslimah baik-baik menaiki si Tower? Kalau harus reuni, perlu tidak kita mengajak suami dan anak-anak kita di masa depan bertemu di situ lagi? Memperkenalkan pada mereka bahwa di sinilah kita dahulu melakukan kegiatan di kala senggang sekali…hmm…tak terbayangkan serunya! Setuju, kan?
Tetapi jujur, karena masa itu juga masa ketika ane harus membelah diri, menyaingi kemampuan si amuba akibat kuliah di dua tempat, akhirnya hanya ke ente, Mol, ane cenderung lebih dekat…yang mungkin ini terjadi karena kita berdua alumni se-almamater, walaupun sebenarnya ente itu adek letting ane di SMA. Dan walaupun, sebagai seorang adek letting, ente termasuk yang ‘berani’ memanggil-manggil ane tanpa embel-embel ‘Kak’...(^^)…Awalnya memang terasa ganjil di pendengaran, namun lambat laun, seiring hari-hari yang terlewatkan dan jalinan pertemanan yang teruntai di atas ‘kekacauan’ hirarki senioritas dan turunannya, ane mampu mencerna gaya ente Mol, hingga berujung terbongkarnya rahasia kecil ane ke ente…(ahahaha)…
Molly, sampai sekarang rahasia kecil itu masih tersimpan rapat, kan? Di Sabtu lalu waktu kita chatting via Skype, ente ternyata masih ‘berani’ membuka cerita lama itu (hehe)…Bukan masalah juga, karena ‘rasa’ itu telah lama pergi tidak bersisa sama sekali dan lembaran cerita itupun usai sudah. Terus, kenapa Mol, ente pikir ane menyinggung masalah ini? Karena pada kenyataannya, orang pertama yang berhasil membuat ane membuka diri begitu dalam tentang sesuatu yang bahkan teman-teman dekat ane di SMA saja tidak ketahui…meski mungkin dulu mereka juga menebak-nebak kebenarannya…adalah Maulidar. Salut ke ente, Mol, bahwa sisi diri yang tertutup ini bisa ‘terjebak’ dan menyerah untuk membocorkan rahasia itu… (-.-):b
Mol, pribadi ente memang tidak se-sabar dan se-kalem Mola, tapi kuatnya karakter ente memberi nuansa tersendiri. Ane pernah bilang, kan? Kalau wajah ente, Molly, penuh ekspresi, sangat jelas tergambar di kala senang, sedih, atau marah…tipikal yang dibutuhkan seorang aktris (ehm)…kontras dengan ane, yang menurut ane sendiri dan sebagian besar orang lainnya bahwa wajah ane ‘expressionless’ (walah, walah)... Juga. Meskipun ente cenderung terang dan blak-blakan, tapi kata-kata ente sebenarnya mendekati apa yang ane ingin katakan ke seluruh dunia, sifat yang sebenarnya ingin sekali bisa diri ini miliki. Bahwa, meskipun akan menghampiri kita kata-kata yang bisa saja berupa pujian, kecaman atau bahkan sindiran, tapi kejujuran mengungkapkan fakta adalah satu nilai ente yang tetap belum bisa ane teladani.
Terkadang, kebaikan tidak selalu datang dari hal-hal yang berwujud kelembutan. Bila boleh menganalogikan Nikmal Maula dengan sahabat Rasulullah, Abu Bakar, maka Maulidar merupakan pencitraan kecil dari Umar bin Khattab. Seperti yang ente ketahui, bahwa ketegasan sifat Umar membuatnya ditakuti sekaligus disegani dan dikagumi kawan dan lawan.
Adalah satu hal yang selalu ane yakini berasal dari jawaban atas doa-doa yang didengarkan sang Rabbul Izzati, bahwa dalam setiap pribadi orang yang ane kenal dengan baik dan benar, terdapat caranya sendiri menularkan kebaikan ke diri ini yang kerap kali terjatuh dalam kesalahan dan kekeliruan dalam melangkah di dunia yang fana ini.
Dan, salah satu orang yang telah turut melekatkan warna tegasnya di diri ini adalah seorang ibu dari seorang putri bernama Khansa, seorang istri dari seorang lelaki bernama Romi Arief. Seorang Maulidar.
Untuk Molly,
Atas segala kisah yang kita rangkai dan alami bersama di suatu ketika sebelum rutinitas-rutinitas dunia menjadi salah satu penghalang kebersamaan.
Atas segala tausiyahmu itu.
Atas ketidakhadiran di pernikahanmu itu, kuucapkan maaf pula.
Semoga Allah memberkahi keluarga kalian dengan sakinah, mawaddah dan rahmah…Amiin.
.Ika.
“For something that irreplaceable, I vow to my pounding heartbeats, I’ll keep on running until I burn up.
Within the eternal love, which I can feel it indeed surviving, it’s a promise that I want to fulfill” (Gunslinger Girl II OST)
No comments:
Post a Comment