Pada suatu legenda, di sebuah kerajaan di negeri Antah Berantah, hiduplah seorang Penyihir yang memiliki kekuatan tiada tandingannya.
Di suatu malam, saat sang Surya telah menepati janjinya menyinari sang Bumi, dan saat sang Bulan kemudian menggantikan perannya menerangi dunia, sang Penyihir terpaku—tersihir oleh cahaya sebuah bintang yang berada di cakrawala angkasa raya—meski akhirnya, sang Bintang terus pergi menghilang, menyisakan pancaran sinarnya tetap menyihir sang Penyihir...
Sang Penyihir merasa kekuatannya semakin melemah, maka iapun segera kembali ke kerajaannya—menemui sang Ratu, Penasehat, serta Tabib kerajaan. Sang Penyihir menceritakan ihwal kejadian yang menimpanya dan memohon bantuan dari para sahabatnya tersebut...
Sang Ratu berkata,”Kuatkanlah dirimu, wahai Penyihir, engkau adalah yang terbaik yang kami miliki”...Kemudian, sang Penasehat menambahkan,”Hanya kamulah yang bisa menangani masalah ini, tapi saranku cobalah minta pertolongan bintang lain yang sama kuat seperti sang Bintang tersebut”...Sang Tabibpun tak berbeda,”Temanku, tak ada obat di kerajaan ini yang dapat menghilangkan efek sinarnya, carilah pertolongan lain.”
Mendengar penuturan para sahabatnya tersebut, sang Penyihirpun tidak dapat berkata apa-apa lagi...
Hatta, sang Penyihir memutuskan meninggalkan kerajaan, tanah kelahiran yang dicintainya, menuju ke dunia luar—dunia baru yang sama sekali tak dikenalnya—berusaha memupuk harapan agar dapat menemukan sang Bintang pemulih kekuatannya...
Dan, tibalah sang Penyihir di sebuah taman meteor, memandangi hujan bintang di langit sana...walaupun, ia merasa tak ada yang seperti yang dicarinya—sang Bintang paling cemerlang sejagat raya—meski di depannya semua tampak begitu mempesona mata...
Di penghujung kisah, sang Penyihir berdiam diri, di tengah hamparan dunia yang terasa sepi...
''in a soundless desert sea, under the star filled sky, I'm looking up to it alone... How far does it continue on for? I wonder how far I can walk for!''
---------------------------------------------------------------
Di suatu malam, saat sang Surya telah menepati janjinya menyinari sang Bumi, dan saat sang Bulan kemudian menggantikan perannya menerangi dunia, sang Penyihir terpaku—tersihir oleh cahaya sebuah bintang yang berada di cakrawala angkasa raya—meski akhirnya, sang Bintang terus pergi menghilang, menyisakan pancaran sinarnya tetap menyihir sang Penyihir...
Sang Penyihir merasa kekuatannya semakin melemah, maka iapun segera kembali ke kerajaannya—menemui sang Ratu, Penasehat, serta Tabib kerajaan. Sang Penyihir menceritakan ihwal kejadian yang menimpanya dan memohon bantuan dari para sahabatnya tersebut...
Sang Ratu berkata,”Kuatkanlah dirimu, wahai Penyihir, engkau adalah yang terbaik yang kami miliki”...Kemudian, sang Penasehat menambahkan,”Hanya kamulah yang bisa menangani masalah ini, tapi saranku cobalah minta pertolongan bintang lain yang sama kuat seperti sang Bintang tersebut”...Sang Tabibpun tak berbeda,”Temanku, tak ada obat di kerajaan ini yang dapat menghilangkan efek sinarnya, carilah pertolongan lain.”
Mendengar penuturan para sahabatnya tersebut, sang Penyihirpun tidak dapat berkata apa-apa lagi...
Hatta, sang Penyihir memutuskan meninggalkan kerajaan, tanah kelahiran yang dicintainya, menuju ke dunia luar—dunia baru yang sama sekali tak dikenalnya—berusaha memupuk harapan agar dapat menemukan sang Bintang pemulih kekuatannya...
Dan, tibalah sang Penyihir di sebuah taman meteor, memandangi hujan bintang di langit sana...walaupun, ia merasa tak ada yang seperti yang dicarinya—sang Bintang paling cemerlang sejagat raya—meski di depannya semua tampak begitu mempesona mata...
Di penghujung kisah, sang Penyihir berdiam diri, di tengah hamparan dunia yang terasa sepi...
''in a soundless desert sea, under the star filled sky, I'm looking up to it alone... How far does it continue on for? I wonder how far I can walk for!''
---------------------------------------------------------------
------------------------------------
Banda Aceh, di kumpulan hari di tahun 2009
(dikarang-karang di tengah kejenuhan mengamati metamorfosa diri...)
Banda Aceh, di kumpulan hari di tahun 2009
(dikarang-karang di tengah kejenuhan mengamati metamorfosa diri...)
No comments:
Post a Comment