“Untuk Teman Sejatiku, Untuk Angkatan Dua Ribu Satu”
Assalamu’alaikum, wr. wb.
Apa kabar, teman?
Selamat datang di kebun hatiku. Perkenalkan, aku, si Penjaga Hati.
Selama beberapa menit ke depan, ku ‘kan mengantarmu menapaki setiap jengkal tanahnya.
Ku ‘kan biarkanmu memandang dengan leluasa setiap hal yang ada di sana.
Nah, apakah kamu sudah siap dengan petualangan ini?
Kalau sudah, baiklah, kuberi kamu sebuah kunci, pembuka gerbang kebun.
Aku hanya mendampingi.
Bukalah! Kunci itu adalah Basmallah.
Inilah dia! Kamu dapat melihat dengan jelas, bukan? Sekarang, arahkan matamu lurus ke depan. Berada tepat di hadapanmu, ada lukisan diriku dan empat sahabat. Kusebut ia ‘Party of Five’, karena seringnya kami menghabiskan waktu bersama.
Ayo, kita mulai melangkah. Seraya berjalan, kuceritakan proses panjang pembuatan ‘kebun hati’ ini. Butuh masa yang lama dan nyaris mencapai titik jenuh tertinggi saat membangunnya. Kucari bibit-bibit tanaman terbaik, kugali tanah untuk kolam, kutata rapi letak bunga-bunga, kuciptakan pula taman asri lengkap dengan pondok mungil menghiasinya. Begitulah, lelahku tak terkira demi merasai sebuah masterpiece seni.
Teman, mari kita menuju telaga diri. Di situ dapat kamu perhatikan dirimu sendiri, karena airnya bersih dan jernih. Bila telah puas kamu di telaga, kuajak kamu ke sebuah pondok nyaman yang dikelilingi taman bunga. Kita bisa menghirup wanginya teh sambil menyejukkan mata memandang kecantikan kembang aneka warna.
Hm, tak mengapa jika kamu ingin kita tidak hanya duduk minum teh saja. Jangan sungkan memintaku menemanimu jalan mengitari taman untuk mengagumi indahnya mawar-mawar. Sudah kukatakan, ku ‘kan menjadi kawan setiamu.
Kukira kamu pasti tidak mau melewatkan secuilpun areal di sini, betul ‘kan? Jadi, selanjutnya giliran si tua Jati yang kutunjukkan. Terangkah dalam penglihatanmu, saat ini ia sedang menggugurkan daunnya. Tahukah kamu mengapa?
Ah, sebegitu jauh kita melangkah, kurasa kamu kecapaian. Kuanjurkan supaya kita berhenti sejenak di bawah rindangnya Beringin ini dan beristirahat, melemaskan otot-otot kaki kita yang sedari tadi bekerja. Hei, terdengarkah olehmu merdunya kicau burung-burung yang bertengger di ranting-ranting pohon? Mereka tampak berceloteh tak habis-habisnya.
Lalu, coba pandanglah ke atas. Perhatikan dengan seksama, mega nun jauh itu. Kapas-kapas besar yang berarak tersebut terlihat sungguh cerah ceria. Kuanggap mereka tengah menyenandungkan dzikir pada-Nya. Bagimu?
Tak terasa, detik-detik akhir kebersamaan kita hampir menjelang. Maka, alangkah baiknya bila kamu merentas sisa waktu dengan bijaksana. Silahkan menatap semua kenangan manis yang ada di belakang. Berusahalah mematri memori-memori itu dalam ingatanmu. Percayalah pada tuturku, kelak kamu akan sangat membutuhkan.
Wah, ternyata saat berpisah telah tiba. Mari kita menyusuri jalan setapak. Ini akan mengarah ke gerbang tadi. Dan persis ketika pertama kamu datang, gerbang ini pun harus kamu sendiri yang menutupnya.
Tetapi, tidak mesti memakai kunci, karena kamu cukup mendorongnya hingga tertutup rapat, seterusnya ia akan terkunci sempurna.
Ketika itu, iringilah dengan Hamdallah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
“Apapun arti hidupku, keserahkan sepenuhnya kepada-Mu,Bukan dia, bukan mereka, bukan yang lainnya”
No comments:
Post a Comment