Ini adalah sebuah kisah 'kenormalan'. Oleh seorang wanita yang harusnya normal. Ditulis dengan pikiran normal, dan waktu yang normal pula. All in all, everything mah should be in 'normal' condition.
Yeah, you say it.
Aih, kenapa tiba-tiba ngelantur gini ya? Mungkin karena udah midnait, mata udah menjelang lima watt, tapi azzam pengen ngegosip terlampau dahsyat? Yeah, whateva-lah. Akhu cumanh pengenh ngerachau... aihh,,, hayuh, segera selesaikan misi ngeposting malam ini sebelum modem lemot kembali dan jiwa kadung memanggil-manggil bantal... *eh?
*back to intro yang tadi...*
Ya, ini adalah sebuah kisah tentang kenormalan. Tentang sebuah g-i-g-i. Gigi. Yep.
Kenormalan sebuah gigi. Judul bagusnya.
Pernah tidak kamu merasa punya gigi normal itu adalah oh-asik-sekali? Pernah? Tidak?
Yang bilang gak pernah, pasti gak tahu beban hidup penderita gigi abnormal... Ya, karna banyak banget orang yang gak sadar diri kalau gigi normal adalah JALAN menuju kebahagiaan yang HAKIKI. Sebelum berasa sakitnya sakit gigi, pasti orang gak akan tahu betapa gede manfaatnya gigi-gigi buat kemaslahatan bangsa.
Percaya deh sama aku, gigi normal alias gak bikin masalah itu merupakan jawaban atas kenapa kita bisa hidup sampe detik ini.
Kenapa aku sampe ngomong nulis gini? Just because, saat ini aku sedang tahap penyembuhan pasca operasi gigi bungsuku yang fenomenal sebagai event penutup akhir tahun ini. Dan sehingga aku akhirnya mengerti. Bahwa, hidup tanpa gigi normal adalah mustahil adanya. Gila. Impossible. Absurd.
Apa faktanya? Check this out!
Fakta Satu. I Thought I Could Die.
Seharian setelah operasi, aku gak makan, dan cuma minum obat, tok. Sampe beberapa harinya, aku gak bisa makan, dan karena udah kelaparan banget, kupaksa juga... tapi, berujung ke perih teramat sangat. Hari ke-4, pas mau minum obat, tanganku gemetaran, sekeliling berasa berputar. Saat itu, aku berasa kayak mau hilang kesadaran. Udah aja, tanpa mempedulikan sakitnya bekas dijahit, aku makan pisang... dua biji. Sambil tetap gemetaran, aku sempat mikir gak mau berakhir di bangsal rumah sakit, aku makan terus sambil baca doa. Baru kali itu aku bisa tahu kalau gak makan itu bisa segitu efeknya. And, that also made me realize that poverty and hunger can force anyone to do anything to continue living.
Fakta Dua. No Mengunyah is Yuck!
Kalau bayi, gak bakal bisa nolak makanan yang diblender, ditim, dan entah diapain lagi. Because, they don't talk. Jadi kita juga gak tahu apakah tuh makanan enak atau enggak. Kecuali, pas bayi-bayi itu muntahin makanannya keluar. But, berhubung aku udah dewasa, aku jelas tahu dong gimana rasanya makanan yang diancurin. Satu hal yang pasti: It Yucks! Kalau gak karena lapar yang teramat sangat, aku bakal menghindari makan model begini. Hfft, dan karena itulah aku memilih makan bubur nasi saja. Safe choice, I guess. Atau juga, makan roti yang dicelup ke air dulu... heuheu, biar dikata aku udah bosan banget makan model ginian, but, do I have a better choice? Maka, bersabarlah aku hingga saat pemulihan total itu tiba di hadapan. Pray for me, my friends...
Fakta Tiga. When The Stitches Hurting, It Hurts!
Pasti untuk menutup jaringan yang telah terbuka akibat operasi harus ada jahit-menjahit, tho. Iyah, meski horor sekali pemandangan jahitan di sekitar dinding mulutku itu, aku harus nrimo, tho. Dan, meski tiap kali memamah biak, pergeseran jahitan tersebut menyakiti... (padahal udah minum painkiller, higs), I need to keep tabah menjalani. Gak selamanya mendung itu kelabu... karena, kalo hujan, kadang gak pake mendung dulu. *lho?
En so, begitulah sekelumit fakta tentang bagaimana seandainya seseorang tidak bergigi normal... dia akan menjalani sedikit treatment untuk meng-normalkan giginya, dan mengalami sedikit 'pelajaran hidup' dalam masa-masa perawatannya.
Moral of the story? Suami idaman akhir 2011: punya gigi oke.
The End.
qiqiqiqiqiqi
ReplyDelete