Sumber: www.republika.co.id
----------------
Warga Gaza: Perbatasan Dibuka, Saya Merasa Menjadi Manusia
Minggu, 29 Mei 2011 11:22 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, RAFAH - Ratusan warga Jalur Gaza, Palestina, tampak menyeberangi perbatasan Rafah menuju Mesir, Sabtu (28/5), setelah penguasa baru Mesir membuka perbatasan Rafah.
Mereka termasuk kelompok pertama yang menyeberang ke Mesir. "Orang-orang di Gaza telah menyaksikan revolusi, memberikan mereka rasa optimisme yang langka. Ini memberi kita harapan bahwa situasi bisa menjadi lebih baik, dan suatu hari nanti kita dapat menciptakan negara Palestina," kata Fauzi Feyez Abu Koush, warga Gaza yang berprofesi sebagai tukang pipa.
Pada hari pertama dibukanya perbatasan, pemerintah Mesir mengizinkan warga Gaza menyeberang ke Mesir tanpa visa untuk semua orang kecuali lelaki muda. Sekitar 410 orang telah telah menyeberang hingga sore hari pukul 17.00 waktu setempat. Menurut Salama Baraka, Kepala Polisi di terminal Rafah, dalam beberapa bulan terakhir, Mesir telah menetapkan jumlah pelintas hanya 300 orang per hari.
Sebagian orang yang keluar Gaza menuju Mesir untuk mencari bantuan medis, sebagian lainnya hendak mengunjungi para kerabat. "Saya sangat bahagia... Sebelumnya, saya sangat kecewa. Tidak ada kemanusiaan. Kini, entah bagaimana, saya merasa menjadi manusia," ungkap Hashna el-Reyes dengan mata berkaca-kaca. Hashna akan terbang ke London untuk mengunjungi anaknya.
Sementara itu, Jazzy Abu Faraq, seorang warga Mesir, sengaja datang ke perbatasan Rafah dari Kairo. Ia mengenakan kaos bergambar Revolusi 25 Januari dan melambai-lambaikan bendera Mesir. "Kami harus menunjukkan solidaritas kami dengan Palestina," katanya. "Kami ingin menegaskan bahwa keinginan rakyat Mesir berbeda dengan kehendak pemerintah."
Warga Palestina yang menyeberangi perbatasan mengaku kagum dengan apa yang dicapai warga Mesir dalam pemberontakan mereka. "Kami sangat senang karena Mesir sekarang mengendalikan perbatasan. Sekarang, ini adalah perbatasan Arab Islam. Mesir dan Revolusi 25 Januari yang membawanya kepada kami," kata Musbah Mohamed Halawen, yang bepergian untuk menjalani operasi tulang belakang setelah operasinya gagal di Gaza.
Dengan dibukanya perbatasan, jam operasional diberlakukan lebih lama, tidak ada pembatasan jumlah warga yang akan melintas per harinya, dan ada pembebasan visa perjalanan bagi seluruh warga Palestina, kecuali yang berusia 18-40 tahun. Diharapkan hal ini tidak memengaruhi keluar masuknya barang, yang kini hanya bisa dilakukan melalui pintu masuk yang dikontrol Israel.
Mereka termasuk kelompok pertama yang menyeberang ke Mesir. "Orang-orang di Gaza telah menyaksikan revolusi, memberikan mereka rasa optimisme yang langka. Ini memberi kita harapan bahwa situasi bisa menjadi lebih baik, dan suatu hari nanti kita dapat menciptakan negara Palestina," kata Fauzi Feyez Abu Koush, warga Gaza yang berprofesi sebagai tukang pipa.
Pada hari pertama dibukanya perbatasan, pemerintah Mesir mengizinkan warga Gaza menyeberang ke Mesir tanpa visa untuk semua orang kecuali lelaki muda. Sekitar 410 orang telah telah menyeberang hingga sore hari pukul 17.00 waktu setempat. Menurut Salama Baraka, Kepala Polisi di terminal Rafah, dalam beberapa bulan terakhir, Mesir telah menetapkan jumlah pelintas hanya 300 orang per hari.
Sebagian orang yang keluar Gaza menuju Mesir untuk mencari bantuan medis, sebagian lainnya hendak mengunjungi para kerabat. "Saya sangat bahagia... Sebelumnya, saya sangat kecewa. Tidak ada kemanusiaan. Kini, entah bagaimana, saya merasa menjadi manusia," ungkap Hashna el-Reyes dengan mata berkaca-kaca. Hashna akan terbang ke London untuk mengunjungi anaknya.
Sementara itu, Jazzy Abu Faraq, seorang warga Mesir, sengaja datang ke perbatasan Rafah dari Kairo. Ia mengenakan kaos bergambar Revolusi 25 Januari dan melambai-lambaikan bendera Mesir. "Kami harus menunjukkan solidaritas kami dengan Palestina," katanya. "Kami ingin menegaskan bahwa keinginan rakyat Mesir berbeda dengan kehendak pemerintah."
Warga Palestina yang menyeberangi perbatasan mengaku kagum dengan apa yang dicapai warga Mesir dalam pemberontakan mereka. "Kami sangat senang karena Mesir sekarang mengendalikan perbatasan. Sekarang, ini adalah perbatasan Arab Islam. Mesir dan Revolusi 25 Januari yang membawanya kepada kami," kata Musbah Mohamed Halawen, yang bepergian untuk menjalani operasi tulang belakang setelah operasinya gagal di Gaza.
Dengan dibukanya perbatasan, jam operasional diberlakukan lebih lama, tidak ada pembatasan jumlah warga yang akan melintas per harinya, dan ada pembebasan visa perjalanan bagi seluruh warga Palestina, kecuali yang berusia 18-40 tahun. Diharapkan hal ini tidak memengaruhi keluar masuknya barang, yang kini hanya bisa dilakukan melalui pintu masuk yang dikontrol Israel.
No comments:
Post a Comment