Ketika dunia tidak sanggup melihat 'ketidakberuntungan' para wanita, maka yang terjadi adalah tatap-tatap mata penuh kesedihan yang seolah miris melihat hidup para wanita tersebut yang belum lulus 'seleksi alam' di dunia ini. Ugh. Sangat tidak menyenangkan sekali bila engkau adalah salah satu dari sekian banyak para wanita tersebut.
Aku sendiri tak habis pikir, karena reaksi yang timbul adalah kecemasan-kecemasan tak perlu yang seharusnya bisa dialihkan menjadi peluang kesabaran. Sungguh benarlah kata-kata bijak Lukman al-Hakim yang sempat menguji pola pikir kebanyakan masyarakat yang ada dengan caranya yang tak kentara saat ia dan putranya menuntun seekor keledai di sebuah keramaian. Lukman sangat mengerti bahwa kita takkan pernah mampu memuaskan berbagai aspirasi yang muncul walau apapun yang kita lakukan, bahkan bila kita memperlihatkan sebuah contoh kebaikan. Takkan pernah bisa, kecuali mungkin bila kita telah pergi dari dunia yang menyesakkan jiwa ini. Huft.
Lalu, ketika masalah yang kurang lebih sama menerpa para wanita yang sesungguhnya tidak berharap digolongkan ke dalam 'jangan terlalu pemilih', masyarakat masa kini ternyata juga bersikap seperti pendahulunya. Tak bisa bersabar. Padahal yang diinginkan oleh para wanita ini adalah sedikit pengertian, dan bahwa kehendak itu tidak dapat dipaksakan agar sesuai dengan 'kebiasaan' zaman.
Kita semua menyadari sekali bahwa sebuah kesempatan itu bisa kita raih asalkan kita meyakini beberapa kondisi dan situasi yang mengelilinginya. Dan, sehubungan dengan tuduhan-tuduhan yang menyatakan bahwa para wanita yang tidak lulus 'seleksi alam' tersebut adalah karena mereka 'terlalu pemilih', maka sebetulnya yang terjadi adalah sebaliknya.
Bagi yang tidak pernah mengalaminya, bisa jadi tidak akan memahami perihnya penolakan di awal pertemuan, atau bahkan sebelum pertemuan dilaksanakan. Kenapa sebelum? Ya, karena, sadar atau tidak, di 'kebiasaan' masyarakat telah terdoktrin bahwa para wanita itu 'seyogyanya' berusia lebih muda dari para pria agar terbentuk keluarga yang berbahagia; semakin muda, semakin baik ia. Ironis.
Atau, telah tertera (walau tak tertulis) bahwa para wanita itu sebaiknya berparas sedap dipandang mata, yang meskipun para pria boleh berwajah sekedarnya saja. Atau juga, para wanita tersebut diharapkan berkulit terang dan berpenampilan menarik, walau para pria yang mensyaratkan idealisme tersebut tidak menyadari ciri fisiknya sendiri. Menyedihkan.
Maka, wajar saja... tidak akan pernah tercapai kesepakatan yang dapat merubah 'ketidakberuntungan' para wanita tadi.
Sampai masyarakat merubahnya sendiri.
No comments:
Post a Comment