Configuration

"between the good and the bad is where

you'll find me reaching for heaven"















FrenshiPath

Daisypath - Personal pictureDaisypath Friendship tickers

Monday, April 18, 2011

IELTS itu...

tidak lebih sulit daripada TOEFL.

Itulah persepsi saya setelah berhasil mengikuti IELTS untuk pertama kalinya di Medan, bulan Januari lalu.

Walau begitu, bukan berarti TOEFL itu susah sekali. Tidak. Justru sebetulnya, saya lebih suka ikut TOEFL dibanding IELTS karena yang saya ikuti itu adalah TOEFL PBT, alias paper-based test, alias menjawabnya memakai pensil dan kertas, alias jawabannya sudah tersedia di situ dan kita  tinggal memilih saja yang mana yang kita suka... eh, yang kita anggap paling benar. Sangat tradisional kan? Mangkanya, karena format yang multiple choice itulah yang membuat saya cinta, berhubung IELTS itu lebih mengarah ke essay.

Namun, TOEFL sudah bermetamorfosis dari tipe PBT (paper-based test, plus TWE untuk Writing-nya) ke CBT (computer-based test) ke, yang paling anyar yaitu, iBT (internet-based test). Dan dari ketiga jenis itu, kita boleh memilih yang mana yang mau kita ikuti, karena ETS (perusahaan pembuat soalnya-red) sudah merancang equivalensi nilai-nilai dari masing-masing tipe sehingga yang mana saja pun akan dianggap valid. *saya sudah pernah belajar sedikit tentang ini waktu kuliah di Amrik dulu, plus juga orang-orang ETS pernah nyambangi jurusan saya untuk promosi perusahaannya itu... which was very bonafide, lah :)

Kalo PBT lebih ke jenis paper-pencil test, CBT itu pakai komputer, walau format soal tetap multiple choice yang ditambah section Writing, sedangkan iBT itu menggunakan koneksi internet yang diharapkan bisa mengurangi cheating ketika tes berlangsung, karena jawaban akan otomatis tersimpan dan dikirimkan langsung ke ETS untuk diperiksa.

Dari ketiga jenis TOEFL ini, tipe iBT adalah yang memiliki format mirip IELTS, yaitu menguji keempat skill sekaligus, yakni: Listening, Reading, Speaking dan Writing.

Bagaimana dengan IELTS?

Tes ini dari dulu hingga sekarang tetap menggunakan format yang sama, yaitu pencil and paper test, yah, mirip lah dengan TOEFL PBT. Hanya saja, itu berlaku untuk section Listening, Reading dan Writing, sedangkan untuk Speaking (namanya juga speaking) peserta tes akan berhadapan layaknya interviu dengan seorang penguji native. *beda dengan iBT, dimana kita akan berdialog dengan si komputer langsung, bukan dengan manusia.

Nah, bagi sebagian orang (termasuk saya, hehe) akan menganggap bahwa section Speaking adalah yang paling sulit. Padahal itu tidak benar juga. 

Untuk kasus saya, saya merasa Speaking itu ribet karena diharuskan berbicara dengan seorang native, dan saya itu paling males kalo sudah berurusan 'wawancara' macam begituan. Males banget kalo sudah ditanya, dan harus menjawab. Ah, seandainya menjawabnya boleh pake tulisan saja, hidup ini akan jauh lebih indah... *hehehe

Buat yang belum pernah ikut IELTS, berikut saya berikan tips (begaya dikitlah...) supaya ketika kalian akan ikut tes ini, tidak ada yang mengalami gagal jantung karena terlalu nervous disertai debaran yang cukup kencang (apa hubungannya?), akibat ujian hidup yang tak seberapa ini... (tsaaah... bahasanya)

Untuk bagian Listening...
:bagian ini adalah yang agak menyusahkan. 

Seperti yang telah saya sebut di atas, IELTS adalah tes yang menggunakan format soal jenis essay, yang kebanyakan diharuskan menjawab dengan kata-kata yang tidak boleh lebih dari 2 atau 3 kata untuk tiap soal. Bila ada yang menjawab lebih dari itu, maka otomatis jawabannya jadi salah. Contoh: saya menjawab 'two kids and a pilot', maka meskipun jawaban saya ada benarnya, tapi tetap dihitung salah karena kita diharapkan menjawab tidak lebih dari 3 kata, sehingga jawaban yang seharusnya adalah 'kids and pilot' saja. Sebab, kata 'and' dan 'a' itu masing-masing juga dihitung satu kata. Sangat menjebak!

Maka, karena ini adalah soal Listening, yang musti dilakukan adalah mendengar dengan seksama dan sebaik-baiknya (ya iya lah) apa yang dikatakan oleh si speakernya. Dan, saat si speaker sedang menerangkan sebuah topik, usahakan langsung melihat ke lembar soal. Ini sangat penting, karena IELTS bukan TOEFL, dimana dalam TOEFL masing-masing soal punya speaker yang berbeda-beda, sedangkan IELTS, dalam sekitar 10 soal hanya ada satu narasi (yang bisa terdiri dari beberapa pembicara). Akibatnya, mau tidak mau, kita harus segera melihat soal yang ada, yang dibuat seperti jenis fill in the blanks. Soal tidak ditanyakan lagi, tapi kitalah yang membaca soal sambil mendengarkan sang speaker.

Untuk bagian Reading...
:bagian ini yang paling bikin capek, terutama mata

Teks-teks dalam Reading IELTS itu sangat membunuh waktu. Bagaimana tidak, walau hanya tiga teks yang ditanyakan, masing-masing teks itu panjangnya bisa 2 halaman kuarto soal. Dan bagi yang pernah ikut TOEFL (seperti saya ini), metode baca soal lebih dahulu kemudian baca cepat teks dalam menjawab soal reading sangat tidak bisa diterapkan dalam menjawab Reading IELTS.

Malah, sebisa mungkin kita meng-skimming teks dahulu baru kemudian membaca soal. Bahkan terkadang skimming pun tidak banyak membantu, gara-gara banyaknya paragraph yang harus kita baca, belum lagi harus dicerna: secara soal readingnya dobel menjebak, memiliki 3 tipe jawaban, yaitu: FALSE (tidak sesuai isi teks), TRUE (sesuai isi teks), dan NOT GIVEN (tidak tersirat ataupun tersurat dalam teks). Jadi, berhati-hatilah ketika membaca, dan menjawab soalnya.

Untuk bagian Writing...
:merupakan bagian yang butuh proses panjang

Pada bagian ini, untuk orang-orang yang belum pernah menulis dalam bahasa Inggris, usahakan melakukan persiapan sematang mungkin. Bagian ini adalah yang terpenting dari semua skill yang diuji. Kenapa? Karena, kampus-kampus luar negeri selalu mensyaratkan score Writing yang tidak boleh dibawah 6 (dari skala 0-9), dan meskipun kita mendapat total score IELTS-nya 7 dan memenuhi kriteria kampus yang mensyaratkan overall score minimal 6.5, tapi akibat score Writing kita hanya 5.5, maka kesempatan kita untuk diterima oleh kampus menjadi NOL.

Untuk itu (seperti pengalaman saya pribadi), penting bagi kita untuk membiasakan diri menulis aktif dalam bahasa Inggris, minimal satu hari satu tulisan pendek yang bisa bertema apa saja, menggunakan grammar yang benar dan vocab yang bermacam-macam.

Ada baiknya juga kalo kita sering membaca essay-essay dari internet yang banyak tersedia, sehingga kita tahu trik dan tips sebuah essay yang baik dan benar.

Beberapa waktu yang lalu, saya pernah memberikan sebesar 30 gigabyte (gede banget, kan?) kumpulan latihan-latihan IELTS dan TOEFL kepada seorang teman yang katanya ingin belajar intensif mandiri karena ingin mempersiapkan diri ikut IELTS, walaupun akhirnya dia dengan kebingungan bertanya ke saya: yang mana yang harus dia baca duluan... saking banyaknya materi latihan yang dia terima. *hehehe, yang tabah ya...

Untuk bagian Speaking...
:bagian yang sedikit merepotkan

Tidak ada yang sulit kalo kita sudah terlatih bicara dalam bahasa Inggris, sama halnya kalo kita akan menghadapi bagian Writing. Karena kedua bagian ini membutuhkan segi aktif dan produktif kita. Dalam Speaking, kita akan berhadapan dengan seorang native yang bertugas menanyakan beberapa hal, meliputi personal information, masalah hidup sehari-hari, sampai topik sekitar dunia pendidikan, lingkungan, dan lain-lain.

Seperti persiapan Writing, untuk Speaking juga sebaiknya kita membiasakan diri bercakap-cakap dalam bahasa Inggris (dengan grammar yang benar, pastinya). Ajak saja teman yang punya ketertarikan yang sama dalam bahasa Inggris, atau kalo bisa, ya dengan seorang native speaker (semisal terdapat native di dekat-dekat kita).

Ini penting, karena bisa meningkatkan percaya diri kita ketika ikut tes IELTS nantinya.

Last note:
Berhubung tes ini mahal sekali harganya, kalo tidak salah sekitar 2 jutaan rupiah, maka, berlatihlah dari sekarang. Apalagi bagi yang merasa keteteran dalam berbahasa asing ini.

Konsisten berlatih, saya pikir merupakan satu-satunya kunci bisa sukses ikut tes profisiensi bahasa tersebut.

Sebenarnya saya pribadi, tidak pernah membayar ketika ikut tes IELTS ataupun TOEFL ini, sehingga saya tidak begitu mendalami perasaan orang-orang yang membayar sendiri. Tapi. Sebagai orang yang mengerti arti angka 2 juta tadi, semisal saya ikut tes tersebut dengan uang saya sendiri, saya akan mati-matian belajar, setiap hari kalo perlu. Karena tes itu mahal, teman. Mending saya beli makanan daripada menghabiskan uang 2 juta hanya untuk ikut tes... Uang 2 juta itu, teman, kalo dibeliin es cendol, udah bisa berenang di kolam cendol...  *keliatan banget dah food-oriented nya... hehehe

Cerita lain:
Beberapa teman saya mengalami kesulitan dalam TOEFL ITP (Institutional Testing Program --yang mengadopsi format PBT, tetapi bukan PBT-- yang hanya diciptakan untuk kepentingan dalam internal kampus) dan sering bertanya ke saya bagaimana cara meningkatkan score TOEFL mereka, yang lalu saya jawab dengan "banyak jawab soal aja"...

Yah, jawaban tersebut klise memang, karena bagi saya sendiri, untuk bisa meraih angka tertentu yang disyaratkan  tersebut, saya telah menjalani proses pembelajaran seumur hidup. *bisa dibilang, saya sampai keracunan bahasa Inggris gara-gara terlalu banyak berinteraksi dengan sebiji bahasa asing ini

Dari perkenalan saya pertama kali dengan bahasa Inggris saat duduk di kelas 5 SD, saya terus bersinggungan dengan bahasa Inggris hingga sekarang. Maka, saat orang-orang bertanya cara  untuk peningkatan nilai mereka, yah, sudah pasti saya tidak akan bisa memberi jawaban konkrit.

Akhirnya, hanya satu kata yang saya berikan.

Belajar!

3 comments:

  1. tsaaaaaaaaaaaaah,,keren bgt kak!!

    www.abdulghaffar.co.nr
    (numpang promosi k)

    ReplyDelete
  2. tengkiu... eh, btw gimana bisa buat biar bisa jadi .co.nr gitu?? *pengen hehe

    ReplyDelete
  3. mantaap....sangat berguna bagi nusa dan bangsa'a si juza....hehehhe....makasih kak...^_^

    ReplyDelete